bagaimana cara memadukan budaya lokal dengan industri kreatif
Manfaat Tujuan dan manfaat analisis SWOT adalah untuk memadukan 4 faktor atau komposisi secara tepat tentang bagaimana mempersiapkan kekuatan (strengths), mengatasi kelemahan (weaknesess), menemukan peluang (opportunities) dan strategi menghadapi beragam ancaman. Ketika teknik ini dapat dijalankan secara tepat dengan menggabungan ke empat
Dalambanyak hal, produk dan kategori merupakan calon untuk globalisasi, tetapi manajement tidak menangkap kesempatan tersebut. o Budaya Organisasi. Perusahaan global yang sukses adalah pemsar yang telah belajar cara memadukan visi global dan perspektif dengan insiatif dan masukan pasar lokal. Hal ini sulit dilakukan oleh perusahaan.
SEMINARNASIONAL ENVISI 2020 : INDUSTRI KREATIF 19 Santyaputri Transformasi Digitalisasi Budaya Populer dan Film Indonesia melalui pesan simbolis dan sublim, selain itu budaya populer melibatkan kelompok-kelompok orang elit yang mengendalikan mereka menggunakan media massa dan medium budaya seperti seni, film, mode dan buku.
Mariberharap buku itu akan benar‐benar mampu memberikan masukan dan inspirasi kreatif dan inovatif bagi desainer, industri mode, dan masyarakat secara umum. Pemanfaatan kekayaan budaya lokal dalam dunia mode akan membuat Indonesia semakin dikenal karena keunikan dan keunggulan di bidang 'craft fashion' di mata dunia.
KonsepKufr memadukan dan menengahi kutub al- nafsu dan al-syaithan dalam Hasil konferensi Internasional di Atmajaya membahas negara maju hidup dari hasil industri kreatif. Negara mengandalkan sumber alam mentah tanpa dikemas menjadi industry kreatif, akan tertinggal oleh Negara yang tidak memiliki sumber alam, tetapi masyarakatnya mampu
https://groups.google.com/g/nunutv/c/I4-Cy99TRPs. Jakarta ANTARA - "Desain menciptakan budaya. Budaya membentuk nilai. Nilai menentukan masa depan." Demikian desainer grafis ternama asal Kanada Robert L Peters berujar seakan mengungkapkan tidak saja mengenai betapa pentingnya posisi desain bagi perkembangan suatu produk, tetapi juga pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Dalam realitas, sebagai contoh sederhana, kebenaran dari ungkapan tersebut dapat dilihat misalnya pada teknologi komputer. Di awal kelahirannya, wujud komputer sangat besar dan tidak praktis. Tetapi seiring kemajuan teknologi dan penerapan desain produk yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan manusia, komputer kini menjadi sangat mudah dibawa dalam bentuk komputer jinjing maupun tablet. Dengan desain tersebut, ditambah ragam nilai dan fitur yang disuguhkan, membawa komputer dianggap telah menjadi kebutuhan primer bahkan menjadi budaya yang sangat dominan tidak hanya dalam dunia kerja tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Contoh konkret lain tentang pengaruh kuat desain terhadap budaya bisa dilihat pada industri furnitur atau dekorasi rumah dan fesyen. Indonesia memiliki industri furnitur yang berbasis pada kearifan lokal yang sangat diminati di pasar global. Tetapi di sisi lain, produk-produk berdesajn Scandinavian kini tengah menjamur di dalam negeri. Di industri fesyen, Indonesia beruntung memiliki khasanah batik dan fesyen muslim yang semakin diakui dan diminati dunia. Namun di sisi lain, di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan anak muda, produk-produk fesyen Korea kini tengah menjadi tren dan budaya. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut bahwa di titik tersebut, ada semacam pertarungan’, tidak semata pertarungan produk, tetapi juga pertarungan nilai dan budaya. Jadi, sebagai pembentuk budaya, desain itu sendiri secara inheren membawa nilai yang ingin dikenalkan atau dipromosikan. Setiap kali membeli suatu produk, pada dasarnya seseorang memberikan dukungan terhadap kelestarian nilai yang dikandung oleh produk itu sendiri. Karena itu, para desainer yang menciptakan merek dan produk pada dasarnya bertanggung jawab atas pesan dan visual yang dilihat sehari-hari di sekitar kita. Tanggung jawab itu adalah keseimbangan antara apa yang dicari oleh konsumen dan nilai apa yang mereka yakini dan suguhkan di masa depan. "Di sinilah letak peran strategis para desainer dalam menentukan masa depan. Masa depan seperti bagaimana dan nilai apa yang akan dikedepankan tergantung dari para desainer," kata Menperin. Bangsa Indonesia, dengan ragam entitas budaya yang dimiliki, sangat kaya akan nilai. Sebagai bagian dari identitas bangsa, nilai-nilai tersebut sepatutnya dilestarikan dan bahkan dipromosikan agar dapat penetrasi ke tingkat dunia hingga menjadi budaya global. Untuk itu, keragaman budaya di tanah air harus dapat dimaknai dan dilihat sebagai sumber inspirasi untuk menghasilkan karya-karya. Jika Indonesia mampu melihat ragam kebudayaan sebagai sumber inspirasi, maka RI akan memiliki segudang ide-ide baru yang dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk karya. Dengan mengadopsi kearifan lokal, karakter khas Indonesia dapat tetap terjaga seiring tren lain yang terus bermunculan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memadukan atau mengembangkan desain sehingga karakter, nilai dan budaya lokal tetap hidup dan mampu bersaing di tengah pertarungan nilai dan budaya secara global. Penghargaan tertinggi Sebagai langkah awal memenangkan Indonesia dalam pertarungan nilai dan budaya lewat desain produk industri, Kementerian Perindustrian menggelar Indonesia Good Design Selection IGDS yang bertujuan untuk mendorong penguatan nilai, karakter, dan kualitas produk. Penghargaan yang dihelat setiap tahun sejak 2003 itu, tahun ini memasuki usia ke-18. Dengan mengusung tema "Produk Indonesia Berkarakter", diharapkan para peserta mampu mencerminkan karakter kuat dari berbagai jenis Industri di Indonesia, di antaranya kerajinan, furnitur dan home décor, alat kesehatan dan keselamatan, serta alas kaki dan aksesoris fesyen. Penghargaan IGDS 2021 diberikan atas dua kategori yaitu "Design Product" untuk produk jadi dan "Design Concept" untuk konsep produk. Adalah Freddy Chrisswantra penerima Grand Award kategori Design Product dengan karyanya "Sada". Sada merupakan tempat saji makanan berbentuk bulat yang memadukan material bambu dan kayu jati dengan ukiran khas di bagian penutup. Freddy Chrisswantra penerima Grand Award kategori Design Product dengan karyanya "Sada". ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta Bambu yang berbaris melingkar terinspirasi dari kandang burung yang sangat khas di Indonesia. Freddy melibatkan perajin kayu jati di Jepara dan Bali untuk mengolaborasikannya dengan bambu dari Tasikmalaya hingga menghasilkan bentuk, tekstur warna, dan kesan mewah yang melekat pada "Sada". Lewat "Sada", yang dalam bahasa sanskerta berarti cantik, Freddy ingin mengangkat harkat dan derajat sebuah makanan sebagai wujud rasa syukur atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Di bawah bendera PT Bana Andaru Nusantara, Freddy telah memproduksi "Sada" dengan harga jual per buah. Tidak hanya di dalam negeri, Sada juga diekspor untuk memenuhi kebutuhan di beberapa negara. Adhi Nugraha, salah satu juri IGDS menyampaikan bahwa karya Freddy merupakan sebuah terobosan baru terhadap teknis dan material tradisional, yang menjadikannya sebuah bentuk kerajinan kontemporer berkualitas tinggi, dan meningkatkan nilai dari objek tradisi. Sementara itu, seorang Desainer Produk lulusan Universitas Pelita Harapan bernama Sharon Belinda Edwina menerima penghargaan Grand Design untuk kategori "Design Concept" dengan karyanya "Nifitali-tali". "Nifitali-tali" adalah seperangkat perhiasan pria yang menggunakan teknik pembuatan sesuai dengan kalung yang dipakai oleh para prajurit di Pulau Nias. Sharon melihat potensi pada perhiasan nifitali-tali dari Nias, karena proses pembuatannya yang unik dan memiliki kombinasi teknik yang tidak bisa di temukan di perhiasan asal Indonesia lainnya. Sharon Belinda Edwina penerima penghargaan Grand Design untuk kategori "Design Concept" dengan karyanya "Nifitali-tali". ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta Perajin nifitali-tali sendiri sudah hampir tidak dapat ditemukan di Nias. Akhirnya, perempuan 23 tahun tersebut mengembangkan teknik pembuatan nifitali-tali yang lebih mudah agar bisa diproduksi di jaman sekarang, mengingat pembuatan aslinya membutuhkan keterampilan khusus sehingga sulit untuk dipelajari. Selain itu desain yang dibuat untuk mengaplikasikan teknik tersebut juga memiliki desain kontemporer agar dapat menarik perhatian publik. Kemudian, desain memiliki konsep yang merupakan latar belakang dari nifitali-tali agar cerita dibaliknya juga bisa tersampaikan. Sharon berharap, desainnya dapat mendorong kaum pria di Indonesia untuk lebih eksploratif berekespresi melalui apa yang mereka pakai. Salah satu juri IGDS yang juga akademisi Prananda L Malasan mengatakan, "nifitali-tali" sangat tepat untuk mengisi kebutuhan perhiasan bagi pria. Nilai tradisi dari Nias pun berhasil ditrasformasikan dengan sangat baik pada produk perhiasan tersebut. Untuk semakin menggaungkan karya-karya anak bangsa tersebut, Kemenperin akan menerbangkan karya-karya para penerima penghargaan IGDS untuk ikut meramaikan gelaran Golden Pin Design Award 2022 di Taiwan. Dengan demikian, diharapkan Indonesia mampu bersaing dalam pertarungan nilai dan budaya lewat desain produk industri, yang pada suatu saat nanti dapat keluar sebagai pemenang. Baca juga Melalui IGDS, Kemenperin apresiasi pengembangan desain produk industri Baca juga Menperin pacu desainer produk industri nasional raih peluang global Baca juga Industri kecil menengah Jabar dominasi penghargaan Upakarti-IDGS 2020 Baca juga Wapres serahkan Penghargaan Upakarti dan IGDS Tahun 2020Editor Subagyo COPYRIGHT © ANTARA 2021
Di 2014 Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menyatakan bahwa Ekonomi Kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga berperan dalam penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, mendorong terciptanya inovasi. Ekonomi Kreatif pun diyakini dapat membawa dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat. Menurut John Hartly dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014 Industri Kreatif dimulai sejak Era Pencerahan di 1650-1850. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya sebuah undang-undang oleh Ratu Ann di 1710 yang memulai konsep hak cipta dan prinsip perlindungan kepemilikian untuk jangka waktu tertentu. Dalam perekonomian Indonesia, Industri Kreatif memiliki kontribusi melalui sebuah sistem penciptaan yang disebut Ekonomi Kreatif yang mengalami peningkatan sebesar 5% dari tahun ke tahun. Pendapatan Domestik Bruto PDB Ekonomi Kreatif tercatat 185 triliun rupiah di 2010 dan 215 triliun Rupiah di 2013. Pada periode yang sama Industri Kreatif rata-rata dapat menyerap tenaga kerja sekitar 10,6% dari total angkatan kerja nasional. Pertumbuhan jumlah usaha di sektor industri kreatif pada periode 2010-2013 pun meningkat sebesar 1%. Pada 2014 jumlah Industri Kreatif yang tercatat adalah sebanyak 5,4 juta usaha. Industri ini menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 12 juta orang Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014xvii. Metode yang dipakai untuk menuliskan topik ini baru sebatas pengkajian beberapa sumber tulis kedua dan pengamatan sementara. Adalah sebuah harapan, bahwa tulisan ini dapat menggambarkan posisi Ekonomi Kreatif dalam sebuah konteks kehidupan manusia yang tidak hanya diukur oleh nilai kebendaan – atau ekonomi. Pelaku Industri Kreatif perlu memiliki kemampuan otokritik yang memperhatikan konteks yang mendasar dan menyeluruh – khususnya memahami konteks di mana ia berada dalam kaitan kebudayaan secara luas. Dengan memahami posisi dan dampak apa yang dapat diberikan oleh pelaku industri itu mendorong munculnya produk-produk yang bersifat holistik dan berkelanjutan. Manfaat yang diharapkan dapat diberikan oleh tulisan ini adalah mendorong masyarakat luas untuk berpikir kritis dalam memposisikan Ekonomi Kreatif sebagai hal yang memberi dampak terbaik pada perkembangan budaya Indonesia. Posisi Ekonomi Kreatif dalam Kebudayaan Indonesia Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah “Keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil dari budi dan karyanya itu” Koentjaraningrat, 19879. Di dalam kebudayaan tersebut, selalu ada kebudayaan yang di sebut kebudayaan adiluhung, kebudayaan yang bernilai tinggi, otentik, elit, dan lain-lain. Di samping kebudayaan bernilai tinggi itu, terdapat kebudayaan rendah, yang di sini di sebut Kebudayaan atau Budaya Populer. Budaya Populer menurut Ariel Heryanto memiliki dua pengertian yang bertolak belakang, namun dapat pula menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan Heryanto, 201522. Pada pengertian pertama, Budaya Populer adalah “Proses memasok komoditas satu arah dari atas ke bawah untuk masyarakat sebagai konsumen”. Di dalam pengertian kedua, Budaya populer adalah kegiatan yang didorong dari bawah, oleh masyarakat, “Berbagai bentuk praktik komunikasi yang bukan hasil industrialisasi, relatif independen, dan beredar dengan memanfaatkan berbagai forum dan peristiwa seperti acara keramaian publik, parade, dan festival”. Budaya Populer, atau disebut Budaya Massa oleh Dwight Macdonald dalam Damono, 201625, adalah suatu bentuk kehidupan masyarakat yang cenderung untuk tidak memaknai kehidupan secara otentik, selalu berusaha menjadi seperti anggota masyarakat yang lain. Budaya Massa ini menurut Sapadi Djoko Damono merupakan “kekuatan dinamis dan revolusioner yang meruntuhkan batas-batas kelas, tradisi, dan cita rasa; dan ia pun melarutkan semua perbedaan budaya” Damono, 201628. Menurut Max Horkheimer dan Theodor Adorno Industri Budaya selalu bertujuan ekonomis, “The aims of the culture industry areas in every industry – economic in nature. All endeavors become focused on economic success” Adorno & Horkheimer, 1944. Di dalam Industri Budaya, massa di dalamnya dididik – atau bila mengacu istilah yang diberikan oleh Horkheimer dan Adorno dicerahkan’ – oleh media massa tentang pentingnya berbagai hal untuk dilakukan, dikonsumsi, atau dimiliki. Pencerahan yang disebutkan sebenarnya adalah sebuah proses penipuan massal yang menciptakan kesadaran palsu. Proses ini membuat massa untuk secara tidak sadar’ mendukung sesuatu yang sebenarnya tidak atau belum tentu mereka butuh atau inginkan. Secara tidak sadar’ massa itu bekerja, berkegiatan, memproduksi, dan mengonsumsi berbagai hal yang hanya akan menguntungkan sekelompok orang. Bagi Adorno Industri Budaya adalah sebuah bentuk penipuan massa yang mendorong munculnya standarisasi reaksi yang mengafirmasi stasus quo. Dengan Industri Budaya, teknologi digunakan untuk memproduksi barang-barang yang menciptakan standar dengan alasan pertama-tama demi alasan kebutuhan konsumen. Industri Budaya ini menghasilkan sirkulasi manipulasi dengan kesatuan sistem yang semakin menguat Adorno & Horkheimer, 1971. Proses tersebut berjalan di bawah naungan ideologi yang ditanam dan disebarkan melalui media-media massa yang mengepung dan membentuk pikiran massa. Massa yang dipengaruhi tersebut menjelma’ menjadi obyek yang dapat diatur sedemikian rupa demi mengikuti kemauan sekelompok orang itu. Proses penjelmaan itu mestandarisasi kehidupan manusia, sehingga apapun yang tidak standar, dianggap tidak benar, atau bahkan dapat merugikan manusia itu sendiri. Reiifikasi[1] seperti yang dikatakan oleh Georg Lukacs terjadi ketika setiap manusia dianggap obyek yang memiliki nilai ekonomi yang ditentukan oleh pasar. Seseorang akan merasa tidak bernilai’ ketika ia tidak mengikuti hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang pada umumnya, atau massa. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendefinikan Industri Kreatif sebagai “industri yang dihasilkan dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan bakat individu untuk menciptakan nilai tambah, lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201417. Kementrian tersebut kemudian mengartikan Ekonomi Kreatif sebagai penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia orang kreatif dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Jadi sudah jelas di mana posisi Industri Kreatif dalam Kebudayaan. Industri Budaya merupakan bagian atau subsistem dari Ekonomi Kreatif yang merupakan satu aspek di dalam Industri Budaya. Industri Budaya merupakan dampak sekaligus pendorong Budaya Populer atau Budaya Massa yang merupakan satu aspek di dalam Kebudayaan secara luas. Bagaimana Hubungan Industri Kreatif dengan Kebudayaan Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan di atas, Kota Bandung dapat dijadikan sebagai contoh sampel. Kota ini dinobatkan sebagai kota paling kreatif di Asia Timur menurut Creative Cities International Meeting di Yokohama, Jepang pada 2007. Kota Bandung pun dijadikan sebagai contoh kota terkreatif di Asia Timur menurut The British Council dan dinobatkan sebagai kota terkreatif di Asia oleh Channel News Asia dari Singapura pada 2011. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 201433. Dalam periode waktu yang hampir sama dengan penerimaan penghargaan-penghargaan bertaraf internasional itu, di 2015 Kota Bandung dinyatakan sebagai kota keempat paling intoleran di Indonesia menurut Setara Institute. Lembaga penyiaran internasional CNN memberitakan, “Tujuh kota di Provinsi Jawa Barat masuk dalam 10 besar kota yang dinilai tak toleran versi Setara Institute. Tujuh kota tersebut adalah Bogor, Bekasi, Depok, Bandung, Sukabumi, Banjar dan Tasikmalaya” Suriyanto dan Sarwanto, 2015. Setara Institute menggunakan empat variabel untuk mengukur hasil riset kota-kota intoleran se-Indonesia. Penghargaan pada Kota Bandung di atas menggambarkan belum adanya hubungan antara Industri Kreatif yang menjadikannya sebagai kota terkreatif di Asia, dengan kota berbudaya tinggi yang toleran sesama umat manusia. Kondisi ini jelas tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Mari Elka Pangestu terkait dengan keyakinan bahwa Ekonomi Kreatif di Indonesia dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan toleransi sosial di dalam masyarakat. Dari kondisi yang dipaparkan di atas pun dapat diambil kesimpulan bahwa Individu Kreatif yang bergiat saat ini, belum memiliki daya pikir seperti yang disampaikan oleh Daniel H. Pink. Pink dalam bukunya yang berjudul Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age dalam Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 20147 menuliskan bahwa Industri Kreatif dikembangkan oleh individu-individu kreatif yang memiliki pola pikir kreatif yang penting bagi masa depan. Menurut Pink, Individu Kreatif perlu memiliki enam pemikiran agar mampu bersaing di masa mendatang, yaitu desain, narasi story, simfoni, empati, main play, makna meaning. Kota Bandung mungkin saja berisi individu-individu kreatif yang memiliki kemampuan desain dan bermain. Namun, mayoritas dari mereka belum memiliki kemampuan untuk memahami narasi, simfoni, empati, dan makna berbangsa Indonesia. Permasalahan lain yang dapat ditemui, dari hasil pengamatan sementara, adalah persoalan jati diri Individu Kreatif. Jati diri ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa. Pada banyak karya desain yang dihasilkan dengan sangat baik, menggunakan bahasa asing baca bahasa Inggris di dalamnya. Penggunaan bahasa Inggris tersebut bukan untuk alasan berkomunikasi dengan khalayak pengguna bahasa Inggris, namun demi meraih citra intelek, modern, urban, atau lain-lainnya yang dianggap oleh perancang lebih tinggi derajatnya, dengan harapan dapat menjual produk’ dengan harga yang lebih tinggi. Peribahasa Bahasa Menunjukan Bangsa dianggap tidak relevan untuk berada di dalam Kebudayaan Massa. Bahasa Indonesia yang menjadi pemersatu bangsa, dianggap tidak cukup memadai untuk meraih perhatian. Hal ini dapat menunjukkan bahwa Individu Kreatif belum memahami betul posisi Ekonomi Kreatif di dalam persoalan narasi, simfoni, empati, dan makna Kebudayaan Indonesia. Pemahaman publik mengenai posisi Industri Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia perlu segera diperjelas, sehingga Ekonomi Kreatif akan mendorong, bukan menghambat, proses mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam dua contoh di atas dapat terbaca bahwa posisi Ekonomi Kreatif belum mendukung perkembangan budaya. Ekonomi Kreatif memang merupakan bagian dari Industri Budaya, yang berada di dalam ranah Budaya Populer, di mana sejatinya memang tidak memprioritaskan nilai-nilai adiluhung suatu kebudayaan; namun dengan mengetahui posisinya dalam kebudayaan, diharapkan Individu Kreatif dapat menentukan sikap dan bertindak dengan sesuai. Ketika pemahaman tersebut muncul, Ekonomi Kreatif Indonesia akan sungguh-sungguh dapat memberi dampak sosial yang positif, seperti peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat, sejalan dengan penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan mendorong terciptanya inovasi. Penutup Mari Elka Pangestu 2014 menyatakan, “Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang dapat mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur sesuai dengan visi pembangunan Indonesia hingga 2025 mendatang” Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014. Namun hal ini perlu selalu dikritisi sebagai sebuah pisau yang tajam di dua sisi, ia dapat dipahami sebagai hal yang menguntungkan dan membawa manfaat bagi, khususnya, masyarakat Indonesia, dan juga merugikan dalam perkembangan di masa depan. Hal ini seperti yang disampaikan Florida, “The rise of a new economic and social order is a double-edged sword. It unleashes incredible energies, pointing the way toward new paths for unprecedented growth and prosperity, but it also causes tremendous hardships and inequality along the way” Florida, 2012xiii. Rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai penutup tulisan ini adalah perlu dilakukan gerakan yang dapat memperkuat pemahaman Individu Kreatif dalam hal posisi Ekonomi Kreatif di dalam Kebudayaan Indonesia. Ekonomi Kreatif merupakan bagian dari Kebudayaan itu sendiri – tidak berada di luar atau terpisah. Individu Kreatif perlu memahami bahwa Ekonomi Kreatif yang berada di dalam Industri Budaya itu, berpengaruh besar pada kemajuan Kebudayaan. Proses dan hasil kreatif yang dilakukan diharapkan tidak sekedar memberi lapisan’ kosmetika pada kebudayaan, agar dapat segera memperoleh nilai ekonomi yang menggiurkan, namun sangat perlu untuk juga mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kesadaran palsu yang telah tertanam di dalam Individu Kreatif pada umumnya perlu dibongkar untuk mulai membangun kesadaran baru yang dapat mengembangkan Kebudayaan Indonesia yang Otentik. Daftar Pustaka Buku Adorno, Theodor W. Bernstein, 1991. The Culture Industry. Selected Essays on Mass Culture. Routledge, New York. Damono, Sapardi Djoko. 2016. Kebudayaan populer di Sekitar Kita. Editum, Jakarta. Florida, Richard. 2012. The Rise of the Creative Class, Revisited. Basic Books, New York. Heryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Kenikmatan Politik Budaya Layar Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Pink, Daniel H. 2006. Whole New Mind Moving from the Information Age to the Conceptual Age. Penguin Books, New York. Tim Redaksi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Tim Studi. 2014. Ekonomi Kreatif Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Jakarta. Situs Internet Rasaki, Iko. 17 Mei 2011. Di Bawah Kekuasaan Benda-Benda. pada 30 Januari 2017, 1230 Suriyanto dan Sarwanto, Abi. 16 November 2015 2026. Setara Tujuh Kota di Jawa Barat Intoleran. CNN Indonesia. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 2126. Setara Institute. 2015. Tolerant City Index 2015. Diunduh dari pada 29 Januari 2017, 1259. [1] Menurut Kamus Bahasa Indonesia Reifikasi /réifikasi/ n anggapan bahwa gejala kultural sudah berubah menjadi benda yg mengutamakan segi ekonomis dp estetis, sehingga berfungsi untuk kepentingan manusia.
shfrh shfrh Dengan cara menggabungkan keduanya namu n tetap mengaitkan kandungan unsurnya satu sama lain , contoh tari tradisional yg diubah menjadi tari tradisional modern makasih kakakkk Be yourself and never surrender terimakasiihh kakak cantik terimakasiihh kakak cantik smoga amalnya d catat oleh allah amiinn
HikariMinowa18 Membuat budaya lokal yang unik dan seimbang kualitas nya dengan yang ada di industri. budaya lokal pun harus keratif seperi yang ada luar maupun di dalam sebuah kalau salah ⊙﹏⊙ 58 votes Thanks 103
Di Indonesia, bergulirnya ekonomi kreatif menjadi model baru dalam pengelolaan ekonomi baru dimulai pada tahun 1990-an. Aktivitas ekonomi kreatif ditandai dengan serangkaian kegiatan produksi dan distribusi barang/jasa yang berkembang melalui penguasaan di bidang informasi, pengetahuan, dan kreatifitas. Dengan kata lain, model pengelolaan ekonomi ini menyandarkan aktivitasnya pada proses penciptaan dan transaksi nilai. Dalam hal ini, produksi barang/jasa menitikberatkan pada aspek kualitas, nilai jual, dan nilai estetika. Oleh karena itu, sudah semestinya ekonomi kreatif kemudian digerakkan oleh sektor industri yang disebut sebagai industri kreatif. Industri kreatif dalam hal ini mempunyai pengertian yang komprehensif. Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengelompokkan industri kreatif menjadi 14 subsektor antara lain periklanan, arsitektur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, pakaian, video film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio serta yang terakhir adalah riset dan pengembangan. Dewasa ini industri kreatif mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, ditandai dengan dibentuknya Badan Ekonomi Kreatif. Pemerintah memandang industri ini mampu meningkatkan perekonomian rakyat dan daya saing serta mengembangkan industri masa depan. Industri kreatif diharapkan mampu mendorong peningkatan kualitas hidup dan menciptakan pemerataan kesejahteraan. Tahun 2009 dapat dikatakan sebagai tahun industri kreatif di Indonesia karena pada tahun ini dikeluarkan Inpres Presiden tahun 2009 yang mewajibkan Institusi Pemerintah membuat rencana aksi dalam membantu pengembangan industri kreatif. Pada tahun berikutnya, melalui Kementerian Perdagangan juga telah dikeluarkan buku Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Artinya terdapat perhatian Pemerintah terhadap potensi industri baik dalam skala nasional atau pada ranah pedesaan. Pengembangan industri kreatif khususnya di daerah pedesaan dapat digunakan sebagai sarana untuk mensejahterakan masyarakat serta dapat meningkatkan potensi daerah yang dapat berdampak pada ranah sosial maupun ekonomi. Majalah Tempo 2013 menyatakan, industri kreatif telah menyumbang setidaknya 643 Triliun pendapatan nasional pada tahun 2013. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Industri kreatif Indonesia tumbuh sekira 5,76% dan mampu menyerap 11,87 Juta Tenaga Kerja. Jumlah serapan tersebut berkontribusi untuk mengisi 11,72% dari total serapan kerja nasional. Pada tahun 2013 subsektor kuliner dan fashion menjadi penyumbang terbesar dengan 209 Triliun 32,5% dan 182 Triliun 28,3%. Sebelumnya, Harian Kompas 2011 bahkan telah menyebutkan bahwa nilai ekonomi industri kreatif mengalami kenaikan tiga kali lipat selama tahun 2006 hingga 2010, pada tahun 2006 nilai ekonomi industri kreatif mencapai Rp 157 triliun dan menjadi Rp 468 triliun pada 2010. Dengan fakta dan data seperti tersaji di atas, industri kreatif mempunyi peran yang penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial di masyarakat. Namun yang harus diingat, bahwa eksistensi industri kreatif yang besar tidak terlepas dari proses kreatifitas yang tidak akan tumbuh dan berkembang apabila tidak didukung oleh modal budaya, modal sosial dan modal kreatif Yasfar Amir, 2010. Pada akhirnya, industri kreatif harus diarahkan sebagai sebuah proses penciptaan nilai tambah ekonomi, sosial, budaya, lingkungan berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia orang kreatif dan berbasis pemanfaatan ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Potensi Indonesia sudah dikenal seantero dunia memiliki kekayaan dan keragaman budaya. Kekayaan dan keanekaragaman budaya tersebut terbentuk tidak dalam waktu sekejap, akan tetapi melalui proses panjang, yakni melalui interaksi antarsuku di Indonesia maupun hasil persinggungan dengan budaya dari luar negeri yang makin memperkaya khasanah budaya Bangsa Indonesia. Indonesia punya modal banyak untuk menjadi Negara Sejahtera. Keragaman budaya berpotensi besar untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakatnya. Akan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini keragaman budaya tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Kekayaan budaya bangsa tersebut misalnya bahasa, rumah adat, tarian dan pertunjukan rakyat, serta pakaian adat dan senjata tradisional. Dengan memperhatikan kekayaan budaya tersebut, sudah seharusnya dimunculkan inovasi-inovasi yang berbasis budaya. Selain itu, menjadikan budaya sebagai modal dalam industri kreatif dapat berfungsi sebagai identitas bangsa. Sehingga dapat terbentuk pembangunan karakter bangsa yang dapat menghargai budaya bangsa, selain tentunya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Produk budaya berwujud benda bisa dikatakan warisan hasil kreativitas leluhur kita. Sebagai contoh Batik, Kain Songket, dan masih banyak budaya berwujud benda lainya yang ada sejak dulu. Dalam konteks ekonomi kreatif, hal tersebut seharusnya menjadi modal pembangunan perekonomian nasional yang perlu di optimalkan. Sekaligus tentunya guna mempertahankan warisan budaya terebut dari klaim Negara lain maupun kepunahan dengan sendirinya. Batik pernah di klaim oleh Malaysia, begitupula kain songket ala Indonesia Timur NTT yang mulai hilang karena ketidakmampuan generasi penerus setempat menenun kain. Dua permasalahan tersebut menjadi bahan pelajaran bagi kita semua. Skill sebagai warga Negara harus ditingkatkan. Baik softskill berupa nasionalisme maupun hardskill berupa cara-cara mempertahankan budaya berwujud benda dengan cara mempelajarinya. Dengan menjadikan budaya sebagai modal, adalah termasuk salah satu strategi untuk bisa eksis dalam industri kreatif. Potensi kekayaan budaya di Indonesia hendaknya dimanfaatkan secara maksimal sebagai modal penggerak industri kreatif. Bidang industri kreatif sangat luas untuk digarap. Sementara, Indonesia kaya akan tradisi di berbagai daerah, ini menjadi potensi besar untuk digarap dalam industri kreatif di Indonesia. Potensi-potensi budaya tersebut akan menjadi produk industri kreatif unggul jika dipadukan dengan teknologi. Kunci utama kemajuan industri kreatif Indonesia adalah dengan memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya budaya dan teknologi semaksimal mungkin. Menurut UNESCO Statistic Model, industri kreatif berbasis budaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yakni Industries in core cultural domains dan industries in expanded cultural domain. Kategori pertama meliputi museum, galeri, perpustakaan, penampilan seni, festival, visual art, kerajinan, penerbitan, televisi, desain, radio, film, fotografi dan media interaktif. Sedangakan kategori kedua meliputi perlengkapan musik, arsitektur, periklanan, percetakan, perangkat lunak dan perangkat audiovisual. Produk Industri Kreatif Berbasis Budaya dan Teknologi Selain keanekaragaman budaya lokal, kemajuan teknologi informasi juga memberikan manfaat bagi industri kreatif dan pelestarian budaya Indonesia. Teknologi bisa digunakan untuk membuat produk dari industri kreatif menjadi lebih berkualitas. Ditambah lagi, kemajuan sistem informasi mampu mempopulerkan produk industri kreatif yang berbasis budaya dan teknologi itu. Berikut ini adalah beberapa hasil atau gagasan dari industri kreatif berbasis budaya dan teknologi 1 Pariwisata Daerah Wisatawan tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati sun-sea and sand, saat ini pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi, yang meskipun tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya culture dan peninggalan sejarah heritage serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara. Selain itu, pemanfaatan teknologi informasi untuk promosi pariwisata juga sangat penting. Fakta menunjukkan American, German, English, and Japanese tourists menyumbang 41% dari pendapatan pariwisata dunia. Dari segi teknologi, keempat negara inipun merupakan negara-negara terbesar pengguna teknologi informasi- internet, yakni 79 persen dari populasi internet dunia tahun 1997 130 juta pengguna internet. Ada korelasi yang erat antara pemakaian teknologi informasi dengan peningkatan jumlah wisatawan di suatu negara. 2 Batik Fraktal Jika “batik” merupakan seni budaya tradisional Indonesia yang dikerjakan dalam proyek kriya tradisional secara turun-temurun, maka “fraktal” adalah sebuah bentuk karya yang muncul dari perkembangan lanjut geometri kontemporer. Batik Fraktal adalah bentuk konstruksi yang mengakuisisi tradisi Indonesia dan tradisi matematika Barat yang dilakukan secara komputasional. Desain kriya yang lahir dari tangan pembatik ditiru dalam teknik komputasional melahirkan tak terbatasnya inovasi kreasi dari apa yang disebut sebagai Batik. gambar 3 E-Wayang E-wayang merupakan pendekatan membuat wayang menggunakan pendekatan proses digital. Pendekatan yang dimaksud adalah mentransformasikan proses membuat wayang manual menjadi pendekatan digital. Proses membuat e-wayang meliputi mempersiapkan media digital, mewarnai digital, dan mendalang digital. Hasilnya adalah berupa repository e-wayang yang reuseable dan dapat digunakan dalam banyak media digital. E-wayang dapat di publish di website atau dibuat komik digital sebagai hasil dari industri kreatif. 4 Game Edukatif Bernuansa Budaya Game edukatif adalah game teknologi yang kontennya bernilai pendidikan. Kita bisa menciptakan game edukatif yang bertemakan budaya Indonesia. Game-game tersebut harus dikemas secara kreatif, sehingga mampu menarik minat penggunanya dan sekaligus memperkenalkan budaya Indonesia. Contoh game edukatif bernuansa budaya adalah game “Kuliner Indonesia”, “Permainan-permainan Tradisional Indonesia”, “Tebak Lagu Daerah” dan lain sebagainya. Selain produk di atas, terdapat produk industry kreatif lain yang bisa dikembangkan oleh daerah-daerah di Indonesia. Industri ikreatif muncul sebagai hasil dari potensi keanekaragaman budaya Indonesia, manusia kreatif dan kemajuan teknologi informasi. Diharapkan Industri kreatif berbasis budaya dan teknologi mampu turut serta melestarikan budaya Indonesia dan mempopulerkannya di kancah internasional. Referensi Bustami, Bernadien, Sandra Nurlela & Ferry. 2007. Mari Membangun Usaha Mandiri Pedoman Praktis Bagi UKM. Yogyakarta Penerbit Graha Ilmu. Hadiyati, Ernani. 2010. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil. Widagdo. 2001. Desain dan Kebudayaan. Jakarta Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Fasilitas komentar tidak disertakan.
bagaimana cara memadukan budaya lokal dengan industri kreatif